Jumat, 06 Februari 2009

SEJARAH KEMUSYRIKAN (Sumber: Buku Pintar Aqidah hal. 41-48)



Awal terjadinya kemusrikan pada diri manusia adalah pada zaman Nuh AS. Sejak masa Nabi Adam sampai masa sebelum Nabi Nuh, yang berjalan kurang lebih 10 generasi, dosa umat manusia tidak sampai pada tingkat kemusyrikan. Memang ada manusia berbuat dosa, namun itu sebatas dosa kecil atau dosa besar saja.

Dari Bin Abbas, ia berkata: “Antara Nabi Adam dan Nuh ada sepuluh generasi. Mereka semua berada di atas syariat kebenaran, kemudian mereka berselisih (maksudnya berbuat syirik), maka sejak saat itu Allah mengutus para nabi sebagai pembawa berita gembira dan pemberi kabar ancaman. “ (HR Al-Hakim)

Pada masa Nabi Nuh, ada lima orang hamba Allah yang shaleh. Mereka adalah Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Ketika mereka meninggal, masyarakat sangat merasa kehilangan.

Kesempatan ini dimanfaatkan oleh syetan untuk memperdaya mereka. Mula-mula setan membisiki mereka untuk memasang gambar-gambar dan patung-patung mereka di tempat-tempat peribadatan mereka, agar mereka merasa bersemangat setiap kali terkenang dengan keshalihan mereka.

Berapa puluh tahun kemudian, setan membisiki mereka untuk menjadikan kelima orang shalih ini sebagai perantara dalam berdoa dan beribadah kepada Allah. Setan membisikkan kepada manusia untuk menjadikan mereka sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah, dengan alasan bahwa merekalah hamba-hamba Allah yang shalih, yang jika memohon selalu dipenuhi dan jika berdoa selalu dikabulkan.

Beberapa puluh tahun kemudian, mereka telah mengajukan permohonan, doa, nadzar, dan persembahan korban kepada patung-patung kelima orang shaleh tersebut. Sejak saat itulah terjadi kesyirikan di tengah umat manusia.

Kemudian Allah mengutus Nabi Nuh AS. Untuk memberi peringatan kepada manusia dari bahaya syirik ini dan mengingatkan mereka untuk kembali menyembah Allah. Nabi Nuh berdakwah di tengah kaumnya selama 950 th, mengajak mereka untuk meninggalkan peribadatan kepada patung=patung, dan mengajak mereka untuk kembali beribadah kepada Allah semata.

Tatkala dakwah tauhid Nabi Nuh ditolak mentah-mentah oleh kaumnya, Allah pun mendatangkan banjir besar yang menenggelamkan seluruh umat manusia. Sejak peristiwa itu yang hidup dimuka bumi hanyalah manusia-manusia yang beriman yang Allah selamatkan dalam bahtera yang ditumpangi oleh Nabi Nuh AS. Dan kaumnya.

Setelah Nabi Nuh wafat, kemusyrikan kembali terjadi di tengah umat manusia, maka Allah mengutus Nabi Hub. Ketika kaumnya menolak dakwah tauhidnya dan justru bersikap memusuhi, Allah menimpakan adzab yang membinasakan kaum musyrik. Setelah itu, beberapa kemusrikan terjadi di tengah berbagai bangsa. Maka Allah mengutus berbagai Rasul pada tiap umat tersebut. Setiap kali mereka menolak dakwah tauhid dan memusuhi rasul dan kaum beriman, Allah mengirimkan adzab-Nya kepada mereka.

Kemusyrikan juga menimpa bangsa yang paling banyak mendapat pengutusan Rasul kepada mereka, yaitu Bani Israil. Pada masa Musa dan Harun, mereka telah menyembah patung anak sapi. Sepeninggal Nabi Isa, Bani Israil terpecah menjadi dua golongan, Yaitu golongan Yahudi yang menyembah Uzair, dan golongan Nasrani yang menyembah Isa dan ibunya, Maryam. Bangsa Persia menyembah api, bangsa India menyembah patung sapi, bangsa Mesir menyembah Dewa Matahari, bangsa Yunani dan Romawi menyembah dewa dewi, demikian pula keadaan bangsa lain di dunia. Mereka tenggelam dalam kemusyrikan.

Bencana kesyirikan itu akhirnya memasuki negeri makkah, jantung Jazirah Arab. Sejak masa Nabi Ibrahim dan Ismail, Makkah menjadi mercusuar tauhid yang memancarkan cahaya akidah shahihah ke seantero negeri-negeri Arab. Keadaan ini berlangsung selama beberapa generasi, sampai akhirnya muncul di Makkah seorang pengusa dari suku Khuza’ah yang bernama Amru bin Luhay Al-Khuza’i. Ia sering melakukan perjalanan dagang ke negeri Syam.

Di negeri syam, ia melihat penduduknya menyembah patung-patung. Kesyirikan mereka mengundang kekaguman hatinya. Ia mempunyai keinginan untuk membuat patung-patung serupa di Makkah, agar bisa disembah oleh bangsa Arab. Melalui sebuah mimpi, setan menunjukkan kepadanya posisi patung kelima orang shalih pada zaman Nabi Nuh yang telah lenyap bersama banjir bah.

Akhirnya kelima berhala yang pernah musnah tenggelam oleh air bah pada zaman Nabi Nuh tersebut dilacak kembali oleh Amru bin Luhay, hingga kesemuanya berhasil didapatkan kembali di sekitar pantai Jedah. Ia membawa patung-patung tersebut ke Makkah, dan membagikannya kepada beberapa kabilah. Sejak saat itu ia mempelopori penyembahan kepada berhala.

Amru bin Luhay mengajarkan kepada bangsa Arab bahwa kelima patung tersebut adalah patung orang yang shalih yang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Oleh karenanya, mereka hendak menjadikan kelimanya sebagai perantara dalam beribadah kepada Allah. Mereka hendaknya berdoa, memohon perlindungan, meminta kebutuhan, dan mempersembahkan berbagai kurban kepada patung-patung mereka; agar kelima patung orang shalih tersebut menyampaikan kebutuhan mereka kepada Allah.

Perlahan dan secara bertahap, seruannya untuk berbuat syirik ini mendapat sambutan hangat dari bangsa-bangsa Arab. Hingga akhirnya seluruh penduduk jazirah Arab menyembah berhala tersebut di sekitar Ka’bah.

Dari bin Abbas, ia berkata: “Kemudian berhala-berhala yang disembah oleh kaum Nabi Nuh, akhirnya berada di tangan Bagsa Arab. Berhada Wadd disembah oleh suku Kalb di daerah Daumatul Jandal. Berhala Suwa’ disembah oleh suku Hudzail. Berhala Yaghuts disembah oleh suku Murad, dan suku Ghutaif di daerah Saba. Berhala Ya’uq disembah oleh suku Hamdan, dan berhala Nasr disembah oleh suku Himyar dari keturunan Dzikala’ Kelimanya adalah nama orang-orang shaleh pada masa Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisiki kaum mereka untuk membuat patung-patung di tempat-tempat pertemuan mereka. Patung-patung itu diberi nama sesuai nama kelima orang shalih tersebut. Semula patung-patung itu tidak disembah, namun tatkala generasi pembuat patung itu telah meninggal dan digantikan oleh generasi berikutnya, patung-patung itu pun disembah” (HR Bukhari)

Memasuki pertengahan kedua abad keempat belas hijriyah ini, mulai muncul di tengah kaum muslimin virus-virus baru yang merusak akidah tauhid. Diantaranya adalah :

Sekularisme yang membatasi syariat sebatas urusan ibadah ritual semata dan menyingkirkan peranan syariat sebagai pedoman hidup.

Pluralisme yang menganggap semua agama baik dan benar

dll

Tidak ada komentar: